
Penguasaan Asing di Asuransi Jiwa Indonesia Masih Dominan
Asuransi Jiwa – Indonesia merupakan pasar yang menarik bagi investor asing yang ingin mengembangkan bisnis asuransinya secara global. Agar dominasi tidak semakin kuat, pemerintah mengeluarkan peraturan yang membatasi kepemilikan asing agar asuransi nasional bisa lebih berkembang.
Penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2018 tentang Kepemilikan Asing pada Perusahaan Perasuransian sebenarnya bergantung pada kepedulian perwakilan pemerintah dan masyarakat tentang peran dan keberadaan industri perasuransian nasional.
Di antara 10 besar perusahaan asuransi jiwa dengan aset terbanyak, hanya ada Asuransi Jiwasraya yang merupakan singkatan dari Asuransi Nasional. Sisanya adalah usaha patungan dengan kepemilikan asing yang signifikan.
Berdasarkan data yang dipublikasikan perusahaan dan disusun oleh R&D Investors, ada 12 perusahaan yang sahamnya dikuasai investor asing lebih dari 80 persen. Ke-12 perusahaan tersebut memberikan kontribusi pendapatan premi per 2017 Rp 67,14 triliun, dan memiliki aset Rp 254 triliun. Angka tersebut mewakili hampir separuh dari total aset industri asuransi jiwa yang tercatat pada 2017 sebesar Rp 512,94 triliun. Sedangkan premi yang dihasilkan lebih dari sepertiga dari premi industri asuransi.
Secara keseluruhan, investor asing tercatat di 24 perusahaan asuransi jiwa hingga 2017 dengan kepemilikan berbeda. Total aset yang dihimpun oleh 24 perusahaan tersebut mencapai Rp 371,21 triliun atau 72,37 persen dari pangsa industri. Sedangkan total premi sebesar Rs.102,52 triliun atau 55,76 persen dari pangsa premi industri.
Investor dari Asia didominasi oleh investasi di 11 perusahaan. Jepang mencatatkan investasi terbesar dengan menarik enam perusahaan, yakni Tokio Marine Life Insurance, Sinarmas MSIG Life Insurance, BNI Life Insurance, Avrist Assurance, Panin Dai-Ichi Life dan Sequis Life Insurance. Ada juga enam investor Eropa yang telah berinvestasi di perusahaan asuransi jiwa di Indonesia, yaitu Prudential Life Assurance (UK), Asuransi Allianz Life Indonesia (Jerman), Zurich Topas Life (Swiss), Generali Indonesia (Italia), AXA Mandiri Financial Services dan Keuangan AXA. (Perancis).
Pasal 5 PP 14/2018 menyatakan bahwa kepemilikan asing pada perusahaan asuransi dilarang melebihi 80% dari modal disetor perusahaan. Namun, bagi perusahaan yang usianya melebihi 80 persen pada saat PP, diberikan pengecualian dan dilarang menambah kepemilikan. Modal disetor wajib ditambah oleh badan hukum atau warga negara Indonesia paling sedikit 20 persen.
Bisnis asuransi itu unik dan membutuhkan pemahaman yang mendalam, sehingga tidak semua investor lokal tertarik untuk berinvestasi, kata CEO Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), Tujar Basaribo. Untuk perusahaan asuransi jiwa yang baru, pada awal beroperasi membutuhkan modal yang besar dan harus merugi sekitar 7-10 tahun.
“Investor lokal di perusahaan asuransi jiwa besar dan sudah menguntungkan mungkin dengan senang hati menambah modal mereka, tetapi mereka yang merugi akan berpikir seribu kali lipat,” katanya.
Saat ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang mendaftarkan perusahaan milik asing yang beroperasi di Indonesia. Kepala Eksekutif Pemantau Industri Keuangan Non-Perbankan OJK, Riswinandi, mengatakan pihaknya telah meminta perusahaan asing untuk memasukkan data struktur kepemilikan pemegang saham Indonesia dan asing.
Dia berkata, “Jika sudah lebih dari 80 persen, mungkin juga dia adalah ayah tertua. Artinya dia tidak perlu mengubahnya, tetapi nanti ketika dia menambahkan modal, dia harus memiliki 80 hingga 20.” .
Kehadiran investor asing tidak selalu dilihat sebagai “invasi” pasar yang dimiliki perusahaan lokal (nasional). Junaidi Jani, mantan kepala praktisi asuransi, melihat kehadiran mitra asing berdampak positif bagi kebangkitan asuransi nasional, terutama dalam mengukur daya saing dan mendorong inovasi.
Kepemilikan terbatas memberikan kesempatan belajar dan berkembang bagi mitra lokal. Keterbatasan juga meningkatkan kehadiran kepemilikan lokal sebagai representasi nilai dan kepentingan lokal yang perlu mendapat perhatian untuk tumbuh bersama.”
Selain itu, lanjut Al-Junaidi, penerapan praktik bisnis yang baik yang dapat direplikasi oleh perusahaan lokal, dan kekuatan finansial yang memberikan jaminan keamanan yang tinggi kepada konsumen akan mengangkat profil asuransi.
“Kelebihan yang dinikmati oleh asing mengharuskan aktor lokal untuk mencari terobosan yang efektif untuk dapat memenangkan persaingan melawan pemain terkenal,” tambahnya.
Indonesia akan tetap menarik bagi investor asing untuk mengembangkan usahanya karena bonus populasi dan penetrasi asuransi yang rendah. Apalagi, pertumbuhan ekonomi di Indonesia relatif tinggi di antara negara-negara lain di dunia.